1. U M U M
Pada
hakikatnya Pola Pembinaan disusun berdasarkan penghayatan sejarah
perkembangan kepanduan / kepramukaan di Indonesia. Dengan perkataan lain
kondisi nasional Gerakan Pramuka dapat ditinjau dari segi sejarah
perkembangannya yang merupakan riwayat dasar kepanduan/kepramukaan di
Indonesia.
a. Perkembangan
pendidikan kepanduan/kepramukaan di Indonesia adalah sejalan dan sesuai
dengan sejarah perkembangan bangsa Indonesia, dan merupakan bagian dari
perjuangan/pembangunan bangsa Indonesia, serta ada kaitannya dengan :
1) Perintisan kemerdekaan, tahun 1908 – 1928
2) Konsolidasi kekuatan nasional, tahun 1928 -1945
3) Perjuangan fisik dan pengisian kemerdekaan (pembangunan nasional) tahun 1945 sampai sekarang
b. Sesuai
dengan strategi Gerakan Pramuka, maka usaha pendidikan
kepanduan/kepramukaan di Indonesia merupakan salah satu segi pendidikan
nasional yang penting, serta merupakan bagian dari sejarah perjuangan
bangsa Indonesia.
Karena itu, riwayat dasar kepanduan/kepramukaan di Indonesia perlu dipelajari dan dihayati, agar :
1) Diketahui
proses pembentukan dan perkembangan Greakan Pramuka dan diketahui pula
peranan apa yang dilakukannya dalam perjuangan bangsa Indonesia.
2) Diketahui
dan diinsafi kedudukan gerakan Pramuka dalam hubungannya dengan sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dan ketahanan nasional.
3) Dapat dipahami kebijaksanaan dalam penyelenggaraan pendidikan kepramukaan di Indonesia.
c. Kepanduan di Indonesia yang sekarang menjadi Gerakan Pramuka berkembang sejak tahun 1912.
Sampai berakhirnya zaman penjajahan Belanda di Indonesia terdapat dua kelompok organisasi kepanduan, yaitu :
1) Organisasi-organisasi dalam kelompok yang berorientasi pada kepentingan pemerintahan kolonial Belanda
2) Orgnisasi-organisasi dalam kelompok yang berorientasikan pada kepentingan perjuangan Bangsa Indonesia.
d. Pada
waktu itu kepanduan nasional di Indonesia sudah merupakan suatu wadah
pembinaan suatu wadah pembinaan generasi muda, untuk menyiapkan
tenaga-tenaga kader bangsa dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan.
Hampir
semua perkumpulan kepanduan di Indonesia pada waktu itu adalah sebagai
cabang organisasi politik atau kemasyarakatan. Gerakan kepanduan
nasional tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan keadaan masyarakat
Indonesia sendiri.
e. Kepanduan
nasional pada waktu itu sudah dipandang sebagai tempat pendidik
anak-anak dan pemuda Indonesia untuk dengan caranya sendiri (cara
kepanduan) dapat mempertinggi budi pekerti, serta menambah kepandaian
dan ketrampilan yang sangat berguna bagi pelaksanaan cita-cita bangsa
Indonesia. Di dalam hal inilah letak perbedaan prinsip antara kepanduan
nasional dan kepanduan bangsa Eropa di Indonesia.
f. Gerakan
Pramuka/Kepanduan nasional di Indonesia dari mulai berdiri dan
berkembang, dijadikan alat perjuangan pembangunan Bangsa Indonesia dari
generasi ke generasi, dan sasaran utamanya adalah investasi mental,
kepandaian dan ketrampilan generasi muda yang diatur sejak umur 7 tahun
(usia Pramuka Siaga)
g. Istilah pandu dan kepanduan “digunakan oleh KH Agus Salim untuk menggantikan istilah asing padvinders dan padvinderij”
2. GERAKAN KEPANDUAN DIJAMAN PENJAJAHAN BELANDA/JEPANG
a. Tahun 1912-1922 (fase perintisan kemerdekaan)
1) Dijaman
penjajahan Belanda pada tahun 1912 didirikan cabang N.P.O. (Nederlance
Padvinders Organisatie) oleh PJ. Smith atas anjuran perkumpulannya di
negeri Belanda.
Dalam
waktu singkat berdirilah beberapa organisasi “padvinders” bangsa
Belanda di Indonesia, yang akhirnya pada tahun 1914 dipersatukan dalam
NIPV (Nederlands Indische Padvinders Viriniging).
2) Gagasan
Baden Powel dalam bukku “Scouting for Boys” sangat menarik perhatian
para pemimpin didalam pergerakan Nasional dan dibentuklah
organisasi-organisasi kepanduan yang bertujuan membentuk manusia
Indonesia yang baik, sebagai putera/puteri Indonesia seperti yang
menjadi kader pergerakan Nasional.
3) Pada
tahun 1916 didirikan “JPO” (Javaanse Padvinders Organisasi) atas
inisiatif S.P. Mangkunegara VII di Solo, sebagai Kepanduan Nasional
Indonesia yang pertama diorganisasikan secara teratur.
4) Sampai
tahun 1922 Gerakan Kepanduan Indonesia berkembang sangat subur sebagai
“onderbouw” organisasi politik atau kemasyarakatan, antara lain :
a) Budi Utomo mendirikan Nationale Padvinderij
b) Muhammadiyah mendirikan Hizbul Wathan
c) Juga Sarekat Rakyat sebagai cabang PKI mempunyai kepanduan sendiri.
b. Tahun 1922-1928 (lanjutan perintisan kemerdekaan)
1) Mulai
tahun 1922, sejak para pelajar Indonesia yang menggabung dalam
perkumpulan pelajar menaruh perhatiannya kepada kepanduan, maka
bertambahlah jumlah perkumpulan kepanduan Indonesia a.l. :
a) Jong Java Padvinderij (J.J.P. tahun 1928 diganti nama Pandu Kebangsaan)
b) Nationale Padvinders Organisatie (NPO)
c) Jong Indonesich Padvinders Organisatie (J.I.P.O.)
d) National Islamietische Padvinderij (NATIPIJ)
e) Indonesich Nationale Padvinders Organisasi (INPO – Gabungan dari NPO dan JIPO tahun 1928)
f) Pandu Pemuda Sumatera (PPS)
g) Sarekat Islam Afdeling Padvinderij (S.I.A.P)
h) Anzor (bagian dari Nahdatul Ulama)
2) Jumlah
perkumpulan kepanduan Indonesia berkembang sangat banyak tetapi ikatan
secara organisatoris antara satu sama lainnya tidak ada.
Kalau
pada fase pertama dunia kepanduan Indonesia mengalami perlombaan
berdirinya kepanduan-kepanduan yang beraneka warna corak dan sifatnya,
maka kemudian timbullah hasrat untuk bersatu.
3) Pada tahun 1927 soal penggabungan perkumpulan-perkumpulan
c. Tahun 1928-1945 (konsolidasi kekuatan Nasional)
1) Sumpah
Pemuda yang dicetuskan oleh konggres pemuda tanggal 28 Oktober
1928,benar-benar menjiwai gerakan kepanduan nasional Indonesia untuk
bergerak lebih maju dalam rangka konsolidasi kekuatan nasional. Dengan
meningkatnya kesadaran kebangsaan Indonesia, maka timbullah tekad
persatuan antara organisasi-organisasi kepanduan nasional Indonesia.
2) Atas
kebijaksanaan dan perjuangan para penganjurnya, maka sebagai langkah
pertama pada tahun 1929 didirikan semacam badan federasi “Persaudaraan
(persatuan) antara Pandu-Pandu Indonesia disingkat PAPI”.
Yang masuk menjadi anggota ialah : JJP, INPO, NATIPIJ, PPS dan SIAP, sedangkan HW belum memberikan kepastiannya.
Sebagai pengurus pertama dipilih Mr. Sunarjo (INPO), Dr. Moewardi (JJP), dan Ramelan (SIAP)
Badan ini bermaksud :
a) Mempererat persaudaraan antara anggota PAPI
b) Memudahkan kerjasama untuk mempertinggi nilai latihan kepanduan masing-masing
Pusat
pimpinan PAPI berada di Jakarta, sedangkan di daerah-daerah, di mana
terdapat lebih dari satu kepanduan anggota PAPI, dibentuk semacam PAPI
daerah.
3) Kepanduan Bangsa Indonesia berdiri
Dengan terbentuknya PAPI, maka tercapailah fase pertama untuk menuju ke arah persatuan.
Sementara
itu rencana “Panitia fusi perkumpulan pemuda” telah disetujui oleh Jong
Java dan Pemuda Indonesia, dua perkumpulan yang terbesar di kalangan
pemuda (Oktober 1928). Panitia tersebut merencanakan untuk mendirikan
perkumpulan baru dengan nama “Indonesia Muda” yang tidak mengadakan
bagian kepanduan. Putusan tersebut mempercepat proses penggabungan pandu
kabangsaan menjadi satu kepanduan, yang lepas dari ikatan organisasi
lain.
Azas
kebangsaan menjadi pokok dasar kepanduan itu dengan tidak melupakan
sifat peraturan yang berlaku di kalangan kepanduan internasional, antara
lain sifat universal dengan prinsip-prinsip dasar metodik
kepanduan/kepramukaan.
Pada
tanggal 13 September 1930 diresmikan berdirinya kepanduan baru ini
dengan nama “Kepanduan Bangsa Indonesia” disingkat KBI. Untuk
memperlihatkan corak haluannya, para KBI memakai setangan leher
“merah-putih” dan berpanji serupa itu juga.
4) Rintangan-rintangan yang dialami
Gerakan
Kepanduan Indonesia, seperti juga gerakan lainnya dari Bangsa
Indonesia, dicurigai dan dihalangi oleh : Pemerintah Kolonial Belanda.
Larangan-larangan yang berupa perintah halus, maupun terang-terangan dikenakan kepada “Kepanduan Nasional”.
Pemimpinnya
ada yang ditangkap, dan pandu-pandu ditakut-takuti, banyak sekali
rintangan-rintangan yang dialami pada jaman penjajahan tetapi justru
itulah maka gerakan nasional tetap terpelihara hidupnya, sambil mencari
jalan sendiri kearah cita-cita bangsa Indonesia.
5) Perwujudan cita-cita persatuan
Berkat
keteguhan dari para pemimpin, maka segala usaha untuk mematikan atau
membelokkan arah tujuan kepanduan Indonesia tidak berhasil.
Sebaliknya
perhatian masyarakat Indonesia makin tertarik pada cara pendidikan
kepanduan, ternyata dari tumbuhnya organisasi-organisasi kepanduan
nasional dari berbagai kalangan, seperti tersebut dimuka.
Untuk
melanjutkan cita-cita persatuan yang telah dirintis oleh PAPI, maka
pada tanggal 30 April 1938 oleh KBI, SIAP, NITIPIJ dan HW diadakan
komperensi bersama, yang berhasil membentuk “Badan Pusat Persaudaraan
Kepanduan Indonesia” (BPPKI). Sebagai langkah pertama untuk melaksanakan
tujuannya, maka BPPKI akan menyelenggarakan perkemahan umum secara
besar-besaran.
Pada
tanggal 11 Februari 1941 dalam komperensi di Solo, BPPKI antara lain
menetapkan untuk mengadakan perkemahan besar yang dinamakan “Perkemahan
Kepanduan Indonesia Umum” disingkat PERKINDO (U dalam ejaan OE) di
Yogyakarta dalam bulan Juli 1941.
6) Kepanduan Indonesia dalam masa kependudukan Jepang
Pada
permulaan bulan Maret 1942 bala tentara Jepang dengan cepat dapat
menaklukan Hindia Belanda dan menguasai seluruh daerahnya. Empat bulan
kemudian oleh Pemerintah Bala Tentara Jepang dikeluarkan larangan
berdirinya segenap partai dan organisasi rakyat Indonesia. Walaupun
demikian diusahakan sekuat tenaga untuk mendirikan kembali organisasi
kepanduan.
Pada
tanggal 6 Februari 1943 Pandu-pandu dari macam-macam perkumpulan yang
telah dibubarkan berhasil mengadakan PERKINDO II di Jakarta, untuk
betapa besarnya guna kepanduan bagi masyarakat. Tetapi ternyata
pemerintah militer Jepang sudah mempunyai maksud tertentu, Gerakan
Kepanduan Indonesia tidak boleh dilangsungkan, dan sebagai gantinya
anak-anak dan pemuda Indonesia dimasukkan dalam gerakan “Keibodan dan
Seinendan”.
3. KEPANDUAN DI INDONESIA SETELAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN
a. Tahun 1945-1950 (masa perjuangan fisik)
1) Tidak
lama setelah Bung Karno dan Bung Hatta memproklamirkan kemerdekaan
Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berkobarlah api
revolusi di seluruh Tanah Air Indonesia.
Seluruh
rakyat, tua dan muda bergerak serentak dan menghancurkan segala
rintangan yang menghalangi atau menghambat kemerdekaan. Pada saat-saat
itu pula pandu-pandu Indonesia, puteri dan putera yang telah tersebar
dikalangan masyarakat, ikut serta berjuang mempertahankan kemerdekaan
dan kedaulatan Republik Indonesia. Didalam keadaan revolusi inilah
dikalangan pemimpin timbul cita-cita untuk menghidupkan kembali
organisasi kepanduan Indonesia.
Tetapi
bentuk dan sifatnya harus berlainan dengan kepanduan pada jaman
penjajahan dahulu, sesuai dengan kehendak masa dan tidak lagi terpecah
belah.
Pandu-pandu Indonesia harus bersatu dalam tekad dan langkahnya untuk memenuhi panggilan Ibu Pertiwi.
2) Pada
tanggal 28 Desember 1945 oleh kongres Kepanduan di Indonesia yang
diselenggarakan di Solo, telah diambil keputusan dengan cara bulat untuk
menjelmakan suatu organisasi Kepanduan Indonesia baru, yang sifat dan
ujudnya Kesatuan” dengan nama “Pandu Rakyat Iandonesia”. Dalam upacara
pelantikan yang dipimpin oleh Dr. Moewardi almarhum keluarlah “Janji
Ikatan Sakti” yang berbunyi :
a) Melebur segenap perkumpulan kepanduan Indonesia dan dijadikan satu organisasi kepanduan : Pandu Rakyat Indonesia.
b) Tidak akan menghidupkan lagi kepanduanlama.
c) Tangagl 28 Desember diakuisebagai hari Pandu bagi seluruh Indonesia
d) Mengganti setangan leher yang beraneka warnanya dengan warna “hitam”.
3) Setelah berjalan setahun, maka akhir bulan Desember 1946 berlangsunglah kongres Pandu Rakyat ke-1 di Surakarta.
Selama
setahun tidak begitu banyak soal yang dihadapi oleh Pandu Rakyat
Indonesia. Tindakan pucuk pimpinan terutama ditujukan untuk memperkuat
organisasi kedalam mengingat suasana revolusi sedang menghebat di
seluruh Tanah Air Indonesia.
4) Tahun
1947 adalah tahun kelanjutan usaha Pengurus Besar dengan menghadapi
banyak kesukaran, karena Belanda mulai memperlihatkan keiinginannya akan
melenyapkan kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
Hal ini mencapai puncaknya setelah Belanda terang-terangan menimbulkan perang kolonial mulai tanggal 21 Juli 1947.
5) Tahun 1948 merupakan waktu yang tersulit bagi pucuk pimpinan organisasi.
Keadaan
dalam negeri Indonesia setelah kacau sangat mempengaruhi kehidupan
masyarakat dalam segala lapangan. Dengan adanya serbuan militer Belanda
didaerah-daerah Republik Indonesia sejak tanggal 21 Juli 1947, maka
hubungan dengan cabang-cabang Pandu Rakyat Indonesia di daerah-daerah
yang diduduki Belanda terputus.
6) Pada
pertengahan bulan Januari 1950 dalam Kongres Pandu Rakyat Indonesia ke
II di Yoyakarta diputuskan bahwa Pandu Rakyat Indonesia berbentuk
kesatuan yang memperhatikan dan memberi kesempatan kepada
golongan-golongan khusus agama untuk menyelenggarakan kebutuhan
masing-masing.
7) Didalam
meriwayatkan Gerakan Kepanduan Indonesia tidak boleh dilupakan adanya
golongan pandu puteri yang tidak pernah terlepas sama sekali dari ikatan
organisasi kepanduan Indonesia pada umumnya. Begitu pula dalam
organisasi Pandu Rakyat Indonesia, untuk mengurus segala soal Pandu
Puteri pada tanggal 22 Agustus 1949 dibentuk Kwartir Besar Pandu Puteri
darurat.
b. Tahun 1960-1961 (masa pemerintahan liberal).
1) Setelah
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1949,
maka dalam masa pemerintahan liberal terbuka lagi kesempatan kepada
siapapun untuk membentuk organisasi-organisasi kepanduan.
Menjelang
tahun 1961, gerakan kepanduan Indonesia telah terpecah menjadi lebih
dari 100 organisasi kepanduan. Keadaan demikian dirasakan sangat
melemahkan gerakan kepanduan Indonesia, meskipun sebagian dari
organisasi-organisasi itu terhimpun di dalam tiga federasi, yaitu :
a. IPINDO (Ikatan Pandu Indonesia untuk Putera)
b. PAPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia)
c. P.K.P.I (Perserikatan Kepanduan Puteri Indonesia)
2) Mengalami
kelemahan itu, maka ketiga federasi kepanduan tersebut melebur dirinya
menjadi satu federasi menjadi nama :PERKINDO (Persatuan Kepanduan
Indonesia). Akan tetapi, hanya kira-kira 60 saja dari 100 lebih
organisasi kepanduan itu yang ikut terhimpun di dalam federasi PERKINDO.
Lagi pula, di dalam federasi itu sebagian dari 60 organisasi PERKINDO,
terutama yang menjadi “onderbouw” dari organisasi politik atau
masyarakat, tetap berhadap-hadapan berlawanan satu sama lain, sehingga
tetap dirasakan kelemahan gerakan kepanduan Indonesia.
3) Oleh
PERKINDO dibentuk suatu panitia untuk memikirkan suatu jalan keluar.
Panitia itu menyimpulkan bahwa selain lemah karenaa terpecah-pecah
gerakan kepanduan Indonesia itu lemah pula karena terpaku dalam
cengkraman gaya tradisional/konvensional dari kepanduan Inggris
pembawaan dari luar.
Hal
iini berakhir dan berakibat bahwa pendidikan yang diselenggarakan oleh
gerakan kepanduan Indonesia ketika itu, belum disesuaikan dengan keadaan
dan kebutuhan nasional Indonesia, sehingga pada waktu itu kurang
mendapat respon dari masyarakat Indonesia.
Kepanduan hanya bergerak di kota-kota besar, dan disitupun hanya terdapat pada lingkungan orang-orang yang sedikit banyaknya sudah berpendidikan Barat.
c. Tahun 1961-1978 (setelah kembali ke Undang-Undang Dasar 1945)
1. Pihak
komunis mau mempergunakan kelemahan gerakan kepanduan Indonesia seperti
tersebut di atas, sebagai alasn untuk memaksa gerakan kepanduan
Indonesia menjadi gerakan pionir muda sebagaimana terdapat di
negara-negara komunis.
2. Akan
tetapi kekuatan-kekuatan Pancasila di dalam PERKINDO menentangnya, dan
dengan bantuan Perdana Menteri Ir. H. Djuanda perjuangan mereka
menghasilkan KEPPRES RI. No. 238 tahun 1961 yang pada tanggal 20 Mei
1961 ditandatangani oleh Ir. Djuanda sebagai Pejabat Republik Indonesia.
3. Dengan
dikeluarkannya KEPPRES RI. No. 238 itu, maka PERKINDO berhasil untuk
mempersatukan gerakan kepanduan Indonesia seluruhnya, dengan nama :
GERAKAN PENDIDIKAN KEPANDUAN PRAJA MUDA KARANA (PRAMUKA). Semua
organisasi kepanduan Indonesia, kecuali yang diselenggarakan oleh pihak
komunis, melebur diri ke dalam Gerakan Pramuka.
Di
dalam KEPPRES tersebut ditetapkan bahwa di seluruh wilayah Republik
Indonesia perkumpulan Gerakan Pramuka adalah satu-satunya badan yang
diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan kepanduan.
4. Setelah
terjadi pengkhianatan G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965, maka
dalam waktu yang relatif sangat singkat, terjadi suatu “Perubahan
Sosial” dengan timbulnya “Orde Baru” yang menuntut pemurnian
Undang-Undang Dasar 1945. Demikian pula Gerakan Pramuka tidak
ketinggalan untuk menyesuaikan diri dan menyerasikan pelaksanaan tugas
pokoknya dengan perkembangan masyarkat Indonesia pada waktu itu.
5. Pada
tanggal 12 sampai dengan 20 Oktober 1970 telah diadakan Musyawarah
Majelis Permusyawaratan Pramuka I di Pandaan, Jawa Timur. Salah satu
hasil musyawarh tersebut adalah mengganti Anggaran Dasar Gerakan Pramuka
sebagaimana terlampir pada KEPPRES No. 238 tahun 1961 dengan Anggaran
Dasar baru yang lebih disesuaikan dna diserasikan dengan perkembangan
masyarakat Orde Baru.
Kemudian pada tanggal 22 Maret 1971 Anggaran Dasar baru tersebut telah disahkan dengan KEPPRES No. 12 tahun 1971.
6. Ketentuan
di dalam Anggaran Dasar Gerakan Pramuka tentang prinsip-prinsip dasar
metodik pendidikan kepramukaan yang pelaksanaannya diserasikan dengan
keadaan, kepentingan dan perkembangan bangsa dan masyarakat Indonesia,
membawa kemudian banyak perubahan. Prinsip-prinsip dasar metodik
pendidikan kepramukaan yang universal tetap dipegang, tetapi cara
pelaksanaannya dan pengarahannya diubah, yaitu dengan keadaan dan
kebutuhan nasional di tiap-tiap daerah di Indonesia.
7. Gerakan
Pramuka itu ternyata lebih kuat organisasinya, dan ternyata memperoleh
tanggapan positif dari masayrakat luas, sehingga dalam waktu singkat
organisasinya tealh berkembang dari kota-kota sampai di desa-desa.
Kemajuan
pesat itu adalah juga berkat adanya sistim “Majelis Pembimbing” yang
dijalankan oleh Gerakan Pramuka pada tiap tingkat, dari tingkat Nasional
sampai tingkat Gugus Depan.
8. Mengingat
bahwa kira-kira 80% dari seluruh penduduk Indonesia tinggal di desa,
dan kira-kira 75% adalah keluarga-keluarga petani, maka KWARNAS Gerakan
Pramuka pada tahun organisasi yang pertama (tahun 1961) sudah
menganjurkan agar para Pramuka menyelenggarakan kegiatan-kegiatan di
bidang pembangunan pertanian dan di bidang pembangunan masyarakat desa.
Maka
kemudian pada tahun 1966 Menteri Pertanian dan Ketua KWARNAS Gerakan
Pramuka mengeluarkan suatu Insruksi Bersama yaitu pembentukan
satuan-satuan Karya Pramuka Tarunabumi.
9. Kegiatan
Satuan Karya Tarunabumi ternyata membawa pembaharuan, bahkan membawa
semangat untuk mengusahakan penemuan-penemuan baru (inovation) pada
pemuda-pemuda desa, yang selanjutnya mempengatuhi seluruh masyarakat
desa.
Perluasan
Gerakan Pramuka sampai di desa-desa, kegiatan-kegiatan di bidang
pembangunan pertanian dan pembangunan desa, serta pembentukan dan
penyelenggaraan satuan-satuan karya Pramuka Tarunabumi telah mengalami
kemajuan pesat, sehingga menarik perhatian badan-badan internasional
seperti FAO, UNICEF, ILO, dan World Scout Bureau, serta mendapat pujian
dari masyarakat Indonesia sendiri.
10. Dalam
perkembangan masyarakat Indonesia dewasa ini dihadapi berbagai masalah
sosial, seperti kepadatan penduduk, urbanisasi, pengangguran dan
sebagainya.
Berhubung
dengan itu, maka pada tahun 1970 Menteri TRANSKOP dan Ketua KWARNAS
Gerakan Pramuka mengeluarkan suatu Instruksi Bersama, tentang
partisipasi Gerakan Pramuka dalam penyelenggaraan Transmigrasi dan
pembinaan Gerakan Koperasi.
Dan sehubungan dengan masalah “Scholl Drops Out”
(anak-anak putus sekolah), maka Gerakan Pramuka juga mengarahkan
perhatiannya kepada pendidikan kejuruan, untuk memberi bekal hidup
kepada anak-anak dan pemuda, terutama kepada “School Drops Out” itu .
Di
samping satuan-satuan Karya Tarunabumi juga ada satuan-satuan Karya
Pramuka Dirgantara, Pramuka Bahari, dan Pramuka Bhayangkara, yang
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan di bidangnya masing-masing.
11. Pada
bulan Nopember 1974 telah diselenggarakan Musyawarah Nasional Gerakan
Pramuka di Manado, Sulut, yang menghasilkan Keputusan sebagai berikut :
a) KEPMUNAS Gerakan Pramuka No. 01/MUNAS/74, tentang : Laporan dan pertanggungjawaban KWARNAS Gerakan Pramuka masa bakti 1970-1974.
b) KEPMUNAS
Gerakan Pramuka No. 02/MUNAS/74 tentang : Pelimpahan wewenang kepada
KWARNAS Gerakan Pramuka untuk meninjau kembali ART Gerakan Pramuka.
c) KEPUMUNAS
Gerakan Pramuka No. 03/MUNAS/74 tentang : Pengelolaan Keuangan KWARNAS
dan pembentukan Panitia Verifikasi laporan keuangan KWARNAS Gerakan
Pramuka.
d) KEPMUNAS Gerakan Pramuka No. 04/MUNAS/74 tentang : Pedoman Dasar Rencana Kerja Gerakan Pramuka Tahun 1974-1978.
e) KEPMUNAS Gerakan Pramuka No. 05/MUNAS/74 tentang : Penunjukan formatur KWARNAS Gerakan Pramuka masa bakti 1974-1978.
12. Masa
bakti KWARNAS Gerakan Pramuka masa bakti 1974-1978 merupakan fase
konsolidasi organisasi Gerakan Pramuka dan peningkatan pendidikan dan
kegiatan kepramukaan antara lain dengan jalan menimbulkan “image”
yang baik terhadap anak didik sendiri, bahwa Gerakan Pramuka tidak saja
akan membawa dirinya ke masa depan yang cemerlang, tetapi juga
menumbuhkan rasa tanggungjawab dan dapat berbuat banyak bagi pembangunan
bangsa dan negara, serta dalam rangka peningkatan Ketahanan Nasional.
d. Tahun 1978 dan selanjutnya
1. Kalau
masa bakti Kwarnas tahun 1974-1978 merupakan fase konsolidasi bagi
Gerakan Pramuka, maka setelah MUNAS 1978 yang diselenggarakan pada akhir
Oktober 1978 di Bukittinggi, Sumatera Barat, diharapkan beralih kepada
fase stabilisasi baik dalam pengelolaan organisasi dan administrasi
Gerakan Pramuka maupun dalam pengelolaan pendidikan dan kegiatan
kepramukaan.
2. Untuk
minimal 2 kali masa bakti KWARNAS Gerakan Pramuka diharapkan adanya
peningkatan usaha ke dalam dengan mempersiapkan generasi muda melalui
Gerakan Pramuka, agar :
a) Mempunyai tanggungjawab terhadap bangsa dan negara.
b) Mempertebal kepercayaan kepada diri sendiri untuk berdikari dan berwiraswasta.
c) Ikut secara aktif dalam memberantas kebodohan dan kemelaratan.
3. Juga diharapkan dapat membina kontinuitas pemupukan kepemimpinan sejak umur 7 tahun (usia pramuka siaga).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar